Senin, 31 Mei 2010

Sang Pelamun



Sudah telah hampir lima bulan. Kurasa sudah sebanyak itu pula sepasang bibir bertemu berasa jeruk, ikan asin, kopi campur aduk dan ku hitung- hitung lagi sepertinya lebih. Bergandeng gendong peluk meng-iri-kan arus lalu-lintas berharap menyongsong masa depan aduhai indah. Membelai mata-mata hati mengindahkan segala sesuatu yang kurang indah. Tawa tangis mendewasakan pun memperbaiki jejak-jejak kaki, melangkah bersama, tumbuh, timbul dan akhirnya aku tenggelam sangat dalam.

Sepertinya memang aku terlalu dalam, tapi tidaklah jika bunga tak terlihat megah. Bukan harta tapi nyawa jiwa. Bukan aduhai namun bagaimana menjadi aduhai. Seperti lempung yang menjadi tembikar dan besi- besi yang menjadi patung. Aku tidaklah keras selama itu tidak dibutuhkan. Tidaklah jahat selama kejahatan tidak merajalela-ku. Aku bisa menjadi picik, licik tak beradab, tapi itu bukan aku. Terbentuk dari pengalaman, rasa sakit tertindas dan harapan. Menumpuk helai-helai lamunan dan berusaha bisa merealisasikan..hehe

Setetes air bisa membuatku kacau dan bingung, seraut suram memburu gundah akan membuat ku menunda rencana besar yang ada dalam otakku yang kata orang kecil pun cuil. Walau begitu, aku senang menjadi segala sesuatu dalam mimpi indah mu. Apakah itu menjadi cicak di dinding, menjadi kucing, menjadi guling, menjadi tukang pijit, menjadi tukang ojek atau menjadi aku sendiri. Bahkan aku ingin menjadi kelelawar yang terbang berkeliaran memakan buah rambutan di depan rumah, menjadi bapak ibu guru yang menyanyikan balonku ada lima dan mengajarkan membaca dunia serta menghitung angka-angka kebijaksanaan.

"Iya.."Ini sekedar doa dan harapan sang pelamun yang menemukan lamunannya tak jauh dari tempatnya tidur. Segala tentang indah dan esok berawal dari lamunan dan beruntunglah aku jika itu menjadi nyata.