Jumat, 27 Februari 2009

Mimpi Diatas Lusuh Sandal Jepit



Disebuah lembah yang sunyi kuterbaring melamunkan sesuatu di pinggir sawah pak tani. Menatap riangnya bocah memainkan layang- layang hitam, melayang beradu nasib sial yang terus mencekeram kaki- kaki sang langkah. Seperti barbel lima kilo pensil yang berdansa denganku, berasa seember air peceren secangkir kopi yang kuangkat, seberat bakaran sampah tembakau yang kuhisapkan merasuki sebuah tempat yang membuatku bertahan hidup. Tersungkur kudibuat ketika serangkaian bunga mawar merah membanduli mata sipit.

Mati gerak seolah syaraf motorik tak bisa bekerja keras kembali. Melayu sendu membisu bertatapkan kosong mlompong. Berkunang- kunang lalu gelap hinggap didahan mimpi diatas lusuh sandal jepit andalan, menyeramkan, menyakiti bulu kuduk anak perempuanku "Majorieska Harmoni", seorang gadis tegar bersemangat, kuat nan anggun. Lalu dengan lembutnya istriku memelukku. Tersenyum bangga melihat cerianya pesona buah hati mondar-mandir sana-sini. Ayam- ayam tetangga pun tak mau melewatkan, berkejar- kejaran terbang rendah dan akhirnya duduk manis mengamati anakku yang sedang asik dengan boneka serta beberapa mainan yang dibelinya dari tabungan uang sakunya, seolah- olah mengawasi menjaganya dari binatang buas yang mungkin akan mendekat.

Seperti orang- orang bodoh yang lain, aku ingin menjadi lebih cerdas. Seperti pria- pria ganteng pada umumnya ^^, aku memperistri seorang perempuan cantik. Langsat putih merah merona pipi mulusnya, lebat rambut panjang, semampai semampir membuatku tak bisa melepaskan kain sarung yang semakin lama semakin tak bisa kulepaskan saja. Waktu itu suaranya yang sexy merambat melalui udara segar desa masuk kelubang telinga, terproses otak dan aku semakin tak tahan. Masih terasa garis- garis gerayangannya pagi tadi di tubuhku, namun tak bisa hanya kubayangkan saja nikmatnya teh tubruk bikinan istriku tercinta itu. Seperti diriku didalam benaknya hanya ada pengabdian, mendedikasikan dirinya untuk sesuatu yang dicintainya. Ia curahkan seluruh daya upaya dan pikiran, loyal dan terus bersemangat walaupun kadang diluar dugaan sampai logika tak lagi bisa kuharapkan tuk mengerti. Hahaha...memang aneh dan terkadang menyengat membingungkan, tapi aku suka itu.

"Kapan kita pulang ke kota Pak?" sembari menyuapi Rieska istriku bertanya. "Seminggu lagi ya Bu? aku masih betah di desa. Lagipula lama kita tak menginap di sini dan urusan kita di kota kan bisa diatasi mereka dulu, sekalian mereka belajar". Istriku mengangguk tersenyum simpul setuju "Ok coy.." meniru kata andalan Budi Anduk sambil memukul pantatku. Dan anakku menirukannya "iya coy.." cuek tanpa tatap dan ekspresi yang membuatku tertawa geli.

Kami pernah membicarakan sesuatu tentang teriknya jalan raya, tentang rimba manusia diujung pepohonan, tentang perbedaan, dunia politikus- tikus, keringat, darah mubadzir, kebutuhan, uang, tindakan, hasrat, kebodohan, pengalaman, nikmat, tentang suatu hal dan kejadian yang sering membuat kami berselisih pendapat serta banyak hal hal hal hal hal hal lainnya yang bila dibukukan akan menjadi rekor sebuah buku pencakar langit. Dan pada suatu perdebatan sengit kami menyepakati suatu hal yang akhirnya selalu membimbing kami menuju persatuan dan kesatuan keutuhan keluarga kami yang harmonis seperti anak kami. Bahwa tak ada lagi kaya-miskin, benar-salah, baik-jahat, manis-pahit, indah-tidak indah serta semua perbedaan yang lain. Semua hanya masalah keseimbangan dunia, dunia memiliki hak untuk memilih dan terkadang memang tidak ada lagi pilihan selain mencuri kasarannya.

Kembali lagi Rieska berlarian, kali ini ia mengejar kupu- kupu kuning yang sempat hinggap dihidung mancungnya. Rambut ikalnya mengembang, bergoyang selaras dengan langkah larinya. Tangan yang seakan ingin menangkap meraih kupu- kupu tadi megar-mingkup bersama suara nada tawanya yang meninggi dan merendah. Tertawa seekor bekicot yang merambat dipohon pisang sebelahnya, jerapah yang asik makan daun pohon jati berhenti dan tersenyum, seekor anak badak iri melihat, dua ekor ayam sedang kawin, para kudanil mangap-mangap, seekor macan mengendap-endap serta beberapa anak ayam berteriak- teriak memanggil induknya yang sedang diperkosa. Kemudian sang kupu- kupu siang menghilang, Rieska melambaikan tangan dan ketika melintas didepanku tiba- tiba anakku sayang terjatuh dipelukan bapaknya, merayuku dengan sandiwara ekspresi murung dan bertanya "Pak?, kapan mau ngajarin Rieska terbang?" aku tersenyum, kepegang dan ku usap- usap kepala mungilnya "nanti kalau sudah gedhe belajar terbang sendiri ya nak..."Karena dia anak kami aku yakin tak ada yang sanggup menghalangi langkahnya, menipunya apalagi melukainya.

Rumah kami di desa terletak di tepi sungai Bening kampung Pepohonan Rw.44 Rt.12 Kecamatan Rimba Raya sebuah kota di pulau Jawa. Suara deras arus menambah suasana menenangkan, kaya akan ikan- ikan yang selalu saja tak bosan kami santap dari hasil memancingku setiap harinya. Ada Bibi bersama seorang anak yang mengurus dan menempati tempat tinggal kami. Berbentuk kotak dengan gaya minimalis, tiga kamar tidur ruang tamu, ruang makan dan dapur saja. Halaman taman yang luas dengan beragam bunga- bunga dan tanaman buah, tak lupa sengaja aku buat ayunan ditengahnya, di bawah pohon mahoni yang lebat.

Hari terakhir di desa, sengaja aku berjalan- jalan sendirian ke hutan. Kusapa beberapa tetangga yang kutemui, bertanya kabar dan obrolan basa- basi lainnya. Ditengah perjalanan kubertemu dengan seorang nenek tua renta perkasa yang menggendong setumpuk ikatan kayu bakar dan kusapa senyum keriputnya "Nyari apa nak? jalan- jalan ngelamun sendirian?" dua gigi seri yang tersisa terlihat hitam karena nenek itu suka menginang pikirku. " Ndak nyari apa- apa mbah..cuman menikmati suasana saja.." Aku jadi teringat akan orang tuaku, yang membesarkanku dengan sabar karna aku sadar anak nakal. Dasar aku orang pendiam, tak banyak yang bisa ku bicarakan dengan Simbah itu. Namun beliau menyadarkanku akan perjuangan hidup tanpa henti...sampai tangan dan kaki rusak mati total, sampai nyawa sudah bosan mendiami tubuh yang bergaya hidup tak sehat seperti abad ini.

Hanya itu yang bisa kugambarkan dari mimpiku diatas lusuh sandal jepitku, dalam isi kepala yang dibawa tubuh kecil dekil, kurus kering kerontang bermuka pas- pasan. Lusuh kumuh, berkobar semangat yang kujamin takkan pernah padam.

Aku terus bertanya- tanya, dengan semangat berjuta tanda tanya merebahkan mimpi- mimpiku semakin mendekat. Menelanjangi indah yang terlihat. Estrogen dalam otak terus memicu hasrat memecah belah kegelisahan. Membaginya dalam bentuk kilatan-kilatan kecil dari sebuah guntur besar menyambar kuping- kuping gajah yang menempel diselarik tembok tetangga. Bergelombang, fluktuatif tak tentu arah. Bingung, bingung dan bingung. Dan... BLARR!! hujan datang, aku bangkit dari lamunan.

Tak bisa kuingat apapun, tak bisa membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan. Terserang autis dan epilepsi mengejangkan raga terkapar dijalan setapak dua tumpuk gunung ranum. Tak ada yang peduli, karna kuyakin aku bisa atasi semua sendiri. Aku pernah belajar dan terjatuh dan aku yakin dapat berdiri diatas kakiku sendiri, bukan kakimu, kaki tetangga atau kaki siapapun. Sedangkan aku juga pernah belajar mengayuh, berlari dan selalu aku mencobanya.

Terbenam mataku diufuk barat daya menunaikan ibadah jingga patah- patah, membiru gelap semakin berat. Awan yang menghalangi sinar jingga, memberikan efek volume pada cahaya- cahaya yang terselip didada. Terlihat indah terasa menyesakkan dalam harmoni sebuah sore kumenanti. Dalam kurun waktu yang sesingkat itu tubuhku terbawa arus deras perasaan bingung, lepas kendali diratapi kesenangan yang membuat ketagihan. Beberapa kali tidur menyelamatkanku....Menjelang fajar mulai lagi aku melangkah, Hanya beberapa detik kecepatan suara saja, suara tawanya biasa kudengar. Cukup ratusan langkahku tuk bisa menaruh setangkai darah didepan rumah. Empat puluh tetes bensin tak lebih... Namun serasa empat juta tahun cahaya dari hangatnya makan malam. "Semoga semua berjalan lancar"

Sabtu, 21 Februari 2009

Coblos dan Goyang Sepuasnya



Tak seperti partai- partai busuk lain kami lebih busuk penuh belatung berbau bangkai yang lezat. Kami punya lebih banyak warna, dalam partai kami semua warna dari primer, sekunder, tertier dan seterusnya kami campur aduk- aduk menjadi satu bentuk partai yang mempunyai lebih banyak kebohongan untuk ditawarkan kepada rakyat. Jika saat ini mereka partai- partai pesaing kami semakin cerdas, lihai mengobral janji- janji dan lebih licik, licin dan cerdik kami lebih cerdas dari mereka dalam membodohi, menipu, lebih licik memperalat, merongrong, merayu menawarkan kebohongan dari sebuah visi dan misi yang kami bawa genggam erat kemana-mana. Platform kami adalah "Mati" yang tak kuat mati saja-lah, yang lemah mending mampus karena dinegara kami mati adalah salah satu pilihan yang menyenangkan.

Tim sukses kami seperti biasa terdiri dari preman kelas teri sampai kelas paus pembunuh, memanfaatkan massa yang mereka punya dengan merayunya dengan sebungkus rokok kretek ora enak. Untuk mewujudkan kemenangan, tim kreatif juga telah kami bentuk. Beranggotakan 10 orang yang terdiri dari creative director, art director, copy writer, beberapa designer dan sisanya para jongos. Mereka bertugas mengkonsepkan kemudian mempromosikan kebohongan- keabohongan kami melalui media cetak, elektronik, media luar ruang. Dari media lini atas, bawah, kiri, kanan, depan maupun belakang. Melalui TVC dari duit ngutang kami menawarkan kemunafikan dan segala jenis kebohongan kami tadi. Menggunakan spanduk, umbul-umbul, bendera billboard dan lainnya menyampahi jalanan dengan narsisme muka- muka korup mesum, njijiki tenan. Terlihat jelas omong-kosong diraut muka mereka para caleg dari ekspresi dan garis- garis kerutan dahi yang membentuk tulisan "USA" dibalik bacanya.

Berlatar belakang negara yang kian semrawut, kami termotivasi untuk menampung ide- ide rakyat, keluhan- keluhan dan membuangnya ke tong sampah. Mengentaskan kemiskinan dengan membiarkan orang- orang miskin mati kelaparan atau membunuh mereka satu- satu. Memenggal kepala yang kebanyakan bacot, meningkatkan kualitas pendidikan dengan mengajarkan kepada mereka bahwa kekuatan adalah segalanya. Tak lain adalah agar terwujud negara yang anarkis, kuat untuk menandingi hegemoni negara- negara adi daya saat ini yang semakin seenak wudel-nya saja.

Stabilitas ekonomi akan kami bina dengan memperluas industri perkebunan opium, ganja dan semacamnya. Melegalkan, memperkuat dan memperluas sektor- sektor lokalisasi atau industri perlonthean dengan mengadakan penyuluhan serta bimbingan yang akan ditangani tenaga profesional yang kami datangkan khusus dari jaman batu. Yang nantinya diharapkan akan menarik turis- turis dan para investor asing untuk datang berinvestasi atau sekedar mampir mencicipi hidangan seadanya.

Capres yang kami usung dalam pemilu nanti tak lain ialah Prof. DR Iblis AnginRibut- ribut anjing bermuka dua belas. Siap sedia memakan uang rakyat memperalat masyarakat dengan doktrin- doktrin yang memaksa untuk bekerja rodi roda gila besar kaki tangan babi. Mempunyai kepribadian yang sedikit sensi, egois yang tinggi, maruk, bladok, serakah, mesum, jahat dan tentu saja bodoh, sangat memungkinkan untuk mengacau balaukan negara hingga keakar-akarnya. Menghancurkan masa depan yang tak kunjung kian mapan dan melahirkan kembali masa lalu yang gelap kelam suram.

Demikian sepenggal profil kami. Kamilah partai terbaik dari negara kami Republik Orong- orong Mawut. Ingat- ingat!! partai nomor 112. Cobloslah partai kami!!, disudut kiri atas kertas agak ketengah dikit, turun kebawah mentok hingga keluar kertas suara. Nah...disitu terdapat tulisan Partai Obar- Abir dengan lambang kelamin pria atau sering disebut dengan penis dan lebih akrab lagi dipanggil kontol. Ha-ha-ha lha wong namanya memang itu...^^ Kami menjamin negara akan segera punah secepat- cepatnya dalam tempo yang sesingkat- singkatnya.

Atas nama rakyat Orong- orong Mawut : AnginRibut-ribut