Sabtu, 18 April 2009

Tanpa Judul



Sebelum saya tertawa dulu.. "Uikuik.." :-"

Bukan sebuah labirin namun selembar kertas tak bertepi, kicau- kicau sang bidu menjadikan suasana terik itu semakin membeku semburat ungu violet, cyan, magenta, yellow, key!!. Dalam cetakan- cetakan roti bulat- bulat silang indah jawaban dari kancing baju setelan sang raja. Menebak- nebak apa yang terjadi dan betul sekali. Anda benar, tidaks salahs, yups, memang begitu adanya, iya dan sama sekali memang kenyataan itu benar- benar nyata.

Kurasakan ada yang melayang diatas kepala, berbisik disamping kuping membuntuti memata- matai tai tai tai. "Sudah kubilang padamu bahwa Luna itu cantik?" bisikku pada Budi sang pembawa petaka, begitulah aku menjulukinya. Budi berguman dan tak kupeduli. "Sudahlah coy..biarkan saja...tak usah kau beri makan kucing sakit itu". Gundah bukan main- main permainan balap kuda liar Sumbawa, didalam labirin berupa lembaran kosong angan- angan kotor, bisiknya terikat oleh sehelai tali rafia berwarna merah. Suara anjing menggonggong.."Guk!!guk!guk!.." kulepaskan sepatu dan kutimpuklah itu anjing..."Kaing!!kaing!kaing!..."tapi anjing itu tetap mematung tak bergegas kemana gitu kek?. "Ouww..ternyata anjing tu keracunan.." gumanku... Dan kusaksikan dengan mata batinku sendiri anjing itu mati. Kuusap keringat bercucur diselangkangan dan kembali kuberhembus.

Ternyata kompas ditangan tak lagi berfungsi secara normal, ku tersesat dilembaran kertas kosong dan belum juga kutemukan tepi tanpa polisi tidur. Kerikil tajam dan bebatuan saling menyalip dijalan. Penuh sesak, ada juga bogkahan kayu serta lubang segitiga yang berhamburan. "Koala!!" aku mengumpat sang nasib. "Babi!!" aku marah pada kucingku yang kekenyangan. "Rambut!!" aku bosan potong rambut...Oh...no no no no no...yes yes yes....no no no...yes yes yes... monCruooottt...!!seember darah bercecer dilantai hunian kelas mengkudu rasa durian. Mendesahlah sepuasmu sayang, berteriaklah, pegang erat bantalan itu, gigit lenganku, hantamkan seluruh nikmat itu kelangit- langit. Dengan sekuat tenaga hempaskan roket- roket itu kearah musuh- musuh yang bersembunyi dibalik sehelai kertas berwarna itu. " Ada RPG datang kearah kita!!" teriak Budi. "Pukul dengan tongkat atau kau tangkap saja Bud.." Sial tak berujung dirimu dibuat maut. Lebih baik kau elus RPG yang datang itu, sehingga beliau cuma akan membesar saja bukannya meledak dimukamu.

Hari yang sempurna itu kulantunkan bersama lagu di bawah jembatan, berkisi- kisi bersama ihwal yang merenungkan julukan untuk sang raja. Tungku- tungku merah menyala diantara dinginnya waktu yang mengikis jempol kakiku cantengan lagi. Luna mengeong "miauuw..miauuww.." kulepaskan sepatuku dan kuambil sepiring nasi aking di dapur. "Makan yang banyak ya puss..jangan dihabisin tapi...sisanya buat calon presiden kita.." kuelus- elus tenggorokan mungil si-pus. Bulu- bulunya terasa lebat dijantung, matanya menyala dalam kegelapan siang di seberang jembatan lagu yang kulantun.

Pelajaran setelah kulawan rasa takut, nilai- nilai setelah kusisihkan sedikit teh manis hangat, seluruhnya kumasukkan kedalam kantong belakang celanaku yang terkadang ada angin sepoy- sepoy menghembusnya. "BOOM!!..Jlenk!..jlenk..!jlenk..!!" meledak diantara sunyi obrolan yang tiada habis. Hurufpun berbaris manis, berderet indah rata akan singsing lengan bajumu sobatku Budi. "Omong opo kowe coy..?!" :-". Bersiul- siul, siulan lagu nasional. "Nulise suara singsot lagu piye yo??" tanyaku padamu.

Sepertinya lorong- lorong yang kulewati semua buntu. Sungai yang kusebrangi semuanya tidak ada airnya. Lautan sudah kering untuk diselami dan langit penuh besi bercrongot tak beraturan. Terlalu banyak paku rasa sakit dalam kudapan yang disajikan emak. Luna terkapar kemlekeren habis kaliren dan ternyata nasi aking yang kusajikan ludes tak tersisa. "Kok nasi dihabisin pus..?!nanti calon presiden kita mau makan apa..?" tanyaku pada si-pus. "Miauuww.."Luna menjawab dengan meringis, cekikikan kegirangan kekenyangan bersama sebatang tusuk gigi terselip digigi taring. "Lha kowe nulis opo je..?" bertanya sang pembawa petaka padaku. "Lha yo embuh..wekekek..lha aku we ra mudeng..soyo meneh kowe Bud!!wekekek..".

"Gembira karena gundah"
~AnginRibut~

Sabtu, 11 April 2009

Ya Sudahlah...




Cerita hina dari sudut kumuh kota :

Jumpa matahari terlihat berbinar menghantamkan hangat sinar dijiwa Dito yang terpuruk terkontaminasi vaksin busuk. Asap kelabu berhembus nafas naga bau lapen oplosan disebrang jalan sepetak lokalisasi intimnya kawat berduri. Api diraga panas dan wajah tak bisa munafik beban mental penyesalan pasca pernikahan temannya dengan maut. Beni sebatang lidi, patah mengenaskan membekas busa dan bercak darah yang melekat dikain selimut, kepompong rumah siput tempat mesum. Biasa seribu kata tak terlontar. Tatapan angkuh tak berhenti mengalirkan nanah kuning berbau nikmat. Ronta sitegap merinding meratapi sisa- sisa racun serangga yang membunuh walang sangit, tawa salah seekornya bersama beberapa liter maut.

Mereka..., Dodi, Ruli, Dito dan Beni seikat sapu lidi intim selayaknya bulan madu suami istri dengan jurus- jurus kunyuk melempar buah Wiro Sableng murid saya. Jumpa dimasa belasan tahun, yang diikat oleh segendul anggur rasa strowberry, sebatang tembakau dan beberapa linting daun telo jendral bajakan. Terlampau biasa bergandengan tangan berpelukan berputar- putar tengelam dalam atmosphere indahnya pelangi dari kristalan ikatan sapu lidi. Sangat intim dalam romantisme dan membuat iri anjing- anjig yang sedang bercinta dipinggir jalan tanpa dirasanya malupun sekotak.

Mewah bukan hewan sama seperti diri, tak ada sebelah mata cacat, sederajat tak penting. Tai- tai merekah menjadi hamparan tai, lempengannya berbekas manis disosok manusia- manusia picik. Goblok bukan goblok tapi goblok itu biarlah goblok jika tak bisa tumbuh. Indah biarlah indah, tapi belajar dari indah yang menipu. Lupa akan "Senyum Setengah Seringai"<<( besok jadi judul^^ ) yang terlewat dari jeli, terkoyak keras kepala emosi dibawah kendali diri sendiri. Menghinakan diri demi jati busuk tak terobati, meronta- ronta takkan pernah. Menyimpan tai -tai dilemari idiot, menutupi wanginya, menelusuri dan memahami bentuknya lalu mengukirnya menjdi patung- patung khayalan serupa mesin mesum. "Sabar itu tak ada batas" emosi dan nafsulah yang membatasi. Itu mereka kawan....

Layaknya sebuah komik, kasat mata kostum cita- cita kemanapun angin membawa. Dalam gugusan bintang tak ter-peta-kan oleh siapa. Tak dipandang apalah arti, dirasa itu haruslah tercapai segalanya. Tidak setengah- setengah tetapi sesuatu yang satu seutuh- utuhnya. Langkah- langkahnya selalu meninggalkan ukiran yang dalam tak terlupa jijiknya. Seonggok daging yang mencoba berdiri tegak diantara lupa. Semua berakhir... Seorang tukang becak berseragam Polisi, seorang Direktur berpakaian Koki, seorang penjahat berseragam Angkatan Laut dan seorang Seniman patah.

Kata sebagai judul masih terlihat jelas dinisan, dibunuh walang sangit yang tertawa angkuh. Selarik kata wasiat bagi lidi- lidi yang lain, didalam balon kata diatas nama dinisan.
~TAMAT~

------------------------------------------------------
Cerita Yang Terhapus Dari Kosongnya Warna
AnginRibut "is very dangerous"^^