Cerita hina dari sudut kumuh kota :
Jumpa matahari terlihat berbinar menghantamkan hangat sinar dijiwa Dito yang terpuruk terkontaminasi vaksin busuk. Asap kelabu berhembus nafas naga bau lapen oplosan disebrang jalan sepetak lokalisasi intimnya kawat berduri. Api diraga panas dan wajah tak bisa munafik beban mental penyesalan pasca pernikahan temannya dengan maut. Beni sebatang lidi, patah mengenaskan membekas busa dan bercak darah yang melekat dikain selimut, kepompong rumah siput tempat mesum. Biasa seribu kata tak terlontar. Tatapan angkuh tak berhenti mengalirkan nanah kuning berbau nikmat. Ronta sitegap merinding meratapi sisa- sisa racun serangga yang membunuh walang sangit, tawa salah seekornya bersama beberapa liter maut.
Mereka..., Dodi, Ruli, Dito dan Beni seikat sapu lidi intim selayaknya bulan madu suami istri dengan jurus- jurus kunyuk melempar buah Wiro Sableng murid saya. Jumpa dimasa belasan tahun, yang diikat oleh segendul anggur rasa strowberry, sebatang tembakau dan beberapa linting daun telo jendral bajakan. Terlampau biasa bergandengan tangan berpelukan berputar- putar tengelam dalam atmosphere indahnya pelangi dari kristalan ikatan sapu lidi. Sangat intim dalam romantisme dan membuat iri anjing- anjig yang sedang bercinta dipinggir jalan tanpa dirasanya malupun sekotak.
Mewah bukan hewan sama seperti diri, tak ada sebelah mata cacat, sederajat tak penting. Tai- tai merekah menjadi hamparan tai, lempengannya berbekas manis disosok manusia- manusia picik. Goblok bukan goblok tapi goblok itu biarlah goblok jika tak bisa tumbuh. Indah biarlah indah, tapi belajar dari indah yang menipu. Lupa akan "Senyum Setengah Seringai"<<( besok jadi judul^^ ) yang terlewat dari jeli, terkoyak keras kepala emosi dibawah kendali diri sendiri. Menghinakan diri demi jati busuk tak terobati, meronta- ronta takkan pernah. Menyimpan tai -tai dilemari idiot, menutupi wanginya, menelusuri dan memahami bentuknya lalu mengukirnya menjdi patung- patung khayalan serupa mesin mesum. "Sabar itu tak ada batas" emosi dan nafsulah yang membatasi. Itu mereka kawan....
Layaknya sebuah komik, kasat mata kostum cita- cita kemanapun angin membawa. Dalam gugusan bintang tak ter-peta-kan oleh siapa. Tak dipandang apalah arti, dirasa itu haruslah tercapai segalanya. Tidak setengah- setengah tetapi sesuatu yang satu seutuh- utuhnya. Langkah- langkahnya selalu meninggalkan ukiran yang dalam tak terlupa jijiknya. Seonggok daging yang mencoba berdiri tegak diantara lupa. Semua berakhir... Seorang tukang becak berseragam Polisi, seorang Direktur berpakaian Koki, seorang penjahat berseragam Angkatan Laut dan seorang Seniman patah.
Kata sebagai judul masih terlihat jelas dinisan, dibunuh walang sangit yang tertawa angkuh. Selarik kata wasiat bagi lidi- lidi yang lain, didalam balon kata diatas nama dinisan.
~TAMAT~
Mereka..., Dodi, Ruli, Dito dan Beni seikat sapu lidi intim selayaknya bulan madu suami istri dengan jurus- jurus kunyuk melempar buah Wiro Sableng murid saya. Jumpa dimasa belasan tahun, yang diikat oleh segendul anggur rasa strowberry, sebatang tembakau dan beberapa linting daun telo jendral bajakan. Terlampau biasa bergandengan tangan berpelukan berputar- putar tengelam dalam atmosphere indahnya pelangi dari kristalan ikatan sapu lidi. Sangat intim dalam romantisme dan membuat iri anjing- anjig yang sedang bercinta dipinggir jalan tanpa dirasanya malupun sekotak.
Mewah bukan hewan sama seperti diri, tak ada sebelah mata cacat, sederajat tak penting. Tai- tai merekah menjadi hamparan tai, lempengannya berbekas manis disosok manusia- manusia picik. Goblok bukan goblok tapi goblok itu biarlah goblok jika tak bisa tumbuh. Indah biarlah indah, tapi belajar dari indah yang menipu. Lupa akan "Senyum Setengah Seringai"<<( besok jadi judul^^ ) yang terlewat dari jeli, terkoyak keras kepala emosi dibawah kendali diri sendiri. Menghinakan diri demi jati busuk tak terobati, meronta- ronta takkan pernah. Menyimpan tai -tai dilemari idiot, menutupi wanginya, menelusuri dan memahami bentuknya lalu mengukirnya menjdi patung- patung khayalan serupa mesin mesum. "Sabar itu tak ada batas" emosi dan nafsulah yang membatasi. Itu mereka kawan....
Layaknya sebuah komik, kasat mata kostum cita- cita kemanapun angin membawa. Dalam gugusan bintang tak ter-peta-kan oleh siapa. Tak dipandang apalah arti, dirasa itu haruslah tercapai segalanya. Tidak setengah- setengah tetapi sesuatu yang satu seutuh- utuhnya. Langkah- langkahnya selalu meninggalkan ukiran yang dalam tak terlupa jijiknya. Seonggok daging yang mencoba berdiri tegak diantara lupa. Semua berakhir... Seorang tukang becak berseragam Polisi, seorang Direktur berpakaian Koki, seorang penjahat berseragam Angkatan Laut dan seorang Seniman patah.
Kata sebagai judul masih terlihat jelas dinisan, dibunuh walang sangit yang tertawa angkuh. Selarik kata wasiat bagi lidi- lidi yang lain, didalam balon kata diatas nama dinisan.
~TAMAT~
------------------------------------------------------
Cerita Yang Terhapus Dari Kosongnya Warna
AnginRibut "is very dangerous"^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar