Berliku janji bersepedalah menyongsong masa indah. Kuatkan lidah merasakan kehausan pribadi akan jati diri. Terbentuk menjadi fiksi dan akhirnya mulai digenjot mengarungi samudra penuh ikan beraneka ragam. Gerombolan rumput laut serta terumbu karang tumbuh lebat disekitar area parkir rumah makan malam di dasarnya. Dan buku sinonim, hiponim, antonim yang aku tenteng mengayakan rentetan kata yang aku ucap melalui gelembung-gelembung nafas dalam asinnya air. Mungkin tanpa tesaurus itu..aku, kita atau mereka tak dapat sempurna berkarya.
Hari ini..Aku bagaikan hiu meluncur deras dibawah ombak tsunami. Tak pernah kedinginan dalam cipratan kedalaman ataupun terserang hipotermia pada suhu minus dibawah nol tanpa penghangat yang dulu aku pelihara baik-baik. Ikan yang aku tangkap dan pelihara waktu itu merancangku untuk melepasnya dalam kebebasan yang terikat. Bingung melanda pikir, tak sempat kupikir tapi selalu terlintas bayang-bayang tangisannya dipelukku hingga pikiranku tidak dapat dimengerti oleh seorang aku sendiri. Ya sudahlah..silahkan saja menerka-nerka meludah ataupun buang air besar sesuai hajat yang kau panjatkan Kepada Tuhan. Segalanya kini dimulai dari aku, untuk aku dan oleh aku. Tanpa pertimbangan rasa, seseorang maupun image yang aku bawa.
Malam ini aku teringat akan sebuah cerita sederhana, dari ratusan hari kisah nyata yang belum ingin aku terbitkan, kepadanya gundah gulana terkurung jeruji besi. Hingga sang penerbit enggan menerbitkannya walau itu sebagai bingkisan picisan roman ulang tahun sekalipun. Volume hatiku, kini mulai mengecil, bekunya yang dulu kokoh perlahan mencair. Serasa telah bertahun-tahun ha-ha-ha. Aku rindu porsi-porsi hidangan lezat kami yang terasa seperti percuma. Didalam menunya adalah kemunafikan, adalah masa yang teringkari, adalah waktu yang menggila, menantang, bisikan, cibir gosip maupun fakta serta makanan basi.
Di tanah tempat-tempat masa lalu sudah aku gali kuburan sedalam laut jawa. Nisan batu marmer bertuliskan cinta sejati, pun telah siap ditancapkan..Doa-doa mengiringi kepergiannya, tangis juga, tawa canda datang, kawan-kawan pun bertaziah mengiringi langkah kematian. Namun hingga sampai saat ini jenazahnya belum dikubur. Masih berharap kepada tuan keajaiban yang entahlah apa beliau akan datang..Yang jelas undangan takziah telah disampaikan.
Kemudian aku merasakan kehadiran spesies langka mesin pemutar. Kumparannya berlilitkan kawat kata. garisnya tampak tak jelas namun tegas. Dalam sorot jendela hatinya terpancar ekspresi apa?, entahlah. Aku tak mampu menerka..Mungkin tatapan itu bisa menjadi DINAMOSAURUS penggerak mesin potong Umbi Electric..ha-ha-ha. Yaahh..Semoga saja esok aku bagaikan paus pembunuh yang baik hati....Sampai saat ini atau kapan pun cita-cita saya belum berubah, serta biarkan saya tahu..beberapa hari ini kakiku begitu ingin bersepeda bersama sepeda baru yang masih terlilit plastik di toko. Salam perdamaian gowes-gowes :)
"Apakah suara mulut itu sebatas omong kosong belaka?"
Benu Dharmo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar