Jumat, 24 Juni 2011
Wejangan Dari Simbah Di Alam Baka
Perisai besi dan kotoran kaki yang menempel pada pundak menjadi beban akut sehingga kumparan cara berpikir menjadi rumit kemudian tatkala seluruh lagu yang bisa dinyanyikan mulai bergejolak disitulah kita bertemu dengan arsiran bimbang akan sosok yang dapat dicerna oleh batin maupun lahir. Saat itu berkacalah..lihatlah dirimu tampak suram, mukamu yang ganteng atau cantik tampak sayu mendayu, tubuhmu yang gagah atau bahenol semok mengurus ditelan kegalauan menjadi semacam galauers bertopeng tawa atau malah galauers yang bersembunyi dibalik berhala kotak bernama gadget dikolong lincak bawah pohon rambutan..
Topi bulat mengelilingi, menutup kepala batu yang melapuk diterpa cuaca sepanjang kenangan yang begitu egois meninggalkan kita entah kemana mereka pergi. Disana terdapat ribuan butir telur busuk, tepung terigu dan paku-paku bengkok berkarat. Makanlah semua itu maka engkau akan muntah paku, telur busuk dan tepung terigu..sungguh terlalu..
Lalu dimana bisa kita temukan jalan keluar dari rumah paman masalah tiada akhir? Jawabannya adalah didepan pupil matamu yang tersumpal kecambah yang dicolokkan oleh kedua jari secara perlahan namun pasti hingga muntah darah. Lalu bagaimana kita bisa mendapatkan petunjuk?, obati dulu kopokmu kemudian dengarkan lagu band pop busuk maka kau akan segera muntah darah lagi. Kemudian lebarkan lubang hidungmu dan enduslah sampah visual yang sekejap dapat kau temui dimanapun kau berada, maka engkau akan muntah darah lagi.
Pecahkan saja kaca spionmu. Lipat kepingan kaca jadikan sebuah buku untuk dipelajari dan diwariskan kepada anak cucu dan kawan-kawan. Ganti bohlam matamu dengan mata sapi hingga kau jeli melihat setiap sisi yang kau jumpai. Lalu berlarilah sekencang-kencangnya sambil membawa televisi...ckckck, sungguh terlalu
Rabu, 22 Juni 2011
Minggu, 29 Mei 2011
Merapat Padat
Rehatlah sejenak jika lelah. Nikmati sore berjalan mengamati tingkah laku manusia disekeliling mu dan kota mu. Kemudian berpindah jika tidak ada lagi sesuatu yang baru. Begitu seterusnya.
Pencapaian citra bentuk indah diperoleh dari jeli pengalaman estetis. Detail tekstus struktur cahaya gelap terang menipu mata yang kemudian menghadirkan citra dikepala pemikiran. Namun menurutku bentuk tercanggih dari karya seni itu simbol2 sederhana yang menghadirkan rasa melalui setiap indra secara selektif.
Jika masih mencari untuk apa kita hidup, sedikit petunjuk sederhana 'hidup untuk mencari sesuatu yang Tuhan janjikan' kecuali bagi para atheis. Ya sudahlah, dengan begini aku muak.
.
Kerumun nyamuk malam ini membentolkan kulit tangan kiriku. Dan aku tau, aku tidak butuh labil, kendalikan saja diri dengan hati kemudian bertindak dengan pikiran. Gunakan perasaan pada tempatnya.
Siang Bersama Bosan
Eh..Tuan galau sudah sembuh dan simpul merah tali besi tercipta bagai karya begitu saja. Tuan tidak lagi mencari pacar melainkan istri, tapi maafkan tuan sedang senang sendiri. Beliau tumbuh berkembang bersamanya. Sekali lagi maafkan tuan.
Ah..seandainya tahun ini tuan jadi menikah aku pasti dicampakkan, cita-citanya tahun ini banyak..sampai beliau kewalahan. Umbi Electric tinggal tahap finishing..tinggal beberapa lainya menyusul. Biarlah asal beliau tumbuh senang tanpa bosan. Lagipula beliau sudah berjanji tidak menepikan ku disisi piring.
ih..tuan sampai sering kumat gilanya lho, tangan dan jarinya keriting. Matanya sembab dikelilingi lingkaran hitam. Tapi tenang..itu karena tuan bersenang-senang kok.
Uhh..sebel deh..
Tuhan..kabulkanlah hajat tuan..beliau akan 100x lebih berguna..
Bukan Sebatas Omong Kosong disiang bolong
Senin, 16 Mei 2011
RasiBintangKaleng.blogspot.com
Masih kosong, tapi segera dipenuhi hambar dari sebuah gambar. Selamat menikmati..
Kamis, 12 Mei 2011
We are what we play
Hal-hal yang tak pantas diperjuangkan,suara berisik tdk lg aku cerna. Jika aku ingin melepas tubuh dari kotak,batas-batasnya pun harus dikuasai..Melerai gejolak dalam benak, mendamaikanya menjadi sebuah karya. Oh tidak..aku terbelenggu dalam rutinitas baru.
Aku belum membeli karton kuas dan kertas, hingga nikmatnya menggambar tak segera ku santap. Karton untuk mainan umbiku dan kertas untuk doa-doa serta merta nona roti isi yang bergejolak.
Untuk apa aku hidup?jawabanya adalah untuk bermain dikotak aku singgah dan membesarkan kotak-kotak mainanku. Sampai kotak itu tumbuh semakin luas dan banyak pemain didalamnya. Ketika itu tercapai adalah batas waktu agar mengharuskan keluar dari belenggu kotak kemudian merangkai kotak mainan baru.
Ya, aku terlalu egois untuk tidak memainkan permainan yg aku ingin. Aku hanya menyanyikan lagu yang aku suka,hingga mungkin tidak cukup menghibur.
Semacam bimbang,aku berkaca pada kaca riben mobil mewah. Kemudian aku berkaca di kubangan air yang berhasil membasahi tatkala mobil-mobil itu melindas dengan angkuh. Lalu aku berkaca pada diriku sendiri dan kulihat aku adalah aku dan apa yang aku mainkan. Tidak serta merta dimana aku bermain.
''We are what we play''
Senin, 09 Mei 2011
Bintang Kaleng
Sabtu, 07 Mei 2011
Regina Spektor - Us
And it put it on a mountaintop
Now tourists come and stare at us
Blow bubbles with their gum
Take photographs have fun, have fun
They'll name a city after us
And later say it's all our fault
Then they'll give us a talking to
Then they'll give us a talking to
Because they've got years of experience
We're living in a den of thieves
Rummaging for answers in the pages
We're living in a den of thieves
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
We wear our scarves just like a noose
But not 'cause we want eternal sleep
And though our parts are slightly used
New ones are slave labor you can keep
We're living in a den of thieves
Rummaging for answers in the pages
We're living in a den of thieves
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
They made a statue of us
They made a statue of us
The tourists come and stare at us
The sculptor's mama sends regards
They made a statue of us
They made a statue of us
Our noses have begun to rust
We're living in a den of thieves
Rummaging for answers in the pages
Were living in a den of thieves
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
And it's contagious
Senin, 25 April 2011
Renung Sederhana
Kami adalah sepasang pengembara miskin bahagia yang berlalu-lalang di sepetak tanah subur nan riang. Terbang berlayang-layang memainkan benang bertarung melawan hidup, yang mungkin sangat membosankan bagi sebagian makhluk-makhluk disekitar kami. Berseri mencari jati menuju tempat-tempat indah menyusun puzzle dari gambaran diri. Bersama kebebasan menarikan jemari melarik gambaran imajinasi kepada kertas putih yang kami warnai dengan tinta kami masing-masing. Terkadang aku memanggilnya Darla dan seringlah aku menamainya Yank.
Kami seperti sepasang apatis yang tidak peduli dengan apa kata orang disuara mulut mereka. Seutas tali rapuh kesederhanaan dari jiwa-jiwa kami yang sederhana-lah yang mengikat kami. Asap gosong sepotong jagung bakar cukup mengenyangkan perut kami yang lapar dan sebuah pelukan cukup untuk menyirami jiwa-jiwa kami yang haus, walau terkadang salah satu dari kami terlalu haus.
Diawali oleh pijar cahaya hati yang berterbangan tepat diatas kepala. Berwarnakan pelangi didasar tahun, berwujud gejolak dari getaran ledakan kembang api yang menerangi bisu malam itu. Suara nyanyian terompet dengan nada dasarnya seolah menyambut kami mengawali tahun yang lalu. Kotak-kotak dan patung semu selayak membimbing dalam keserasian minat ketika kami berkunjung dalam sebuah ruang indah.
Bersama alunan lagu sebelas hari setelah tawa itu menyapa, tangan kami mulai mengayunkan satu pena bersama-sama, mengarang sebuah sinopsis, menyusun alur cerita, menggambar alunan perasaan yang terjadi, terbentuk menjadi sebuah komik khayalan. Bergambar bunga- bunga dari senyuman, meniupkan gelembung- gelembung sabun yang berterbangan diantara gurauan.
Setiap hari kami tempelkan bibir-bibir kami pada lembaran kertas cerita hidup. Simbol-simbol romansa selalu menyertai dimanapun kami berada, seolah kami tidak dapat dipisahkan oleh apapun. Keberadaan kami seperti bingkai yang terikat kepada ritual-ritual gigi seri. Peluknya, gurau tawanya, kecup lembut bibirnya, bau tubuhnya selalu terngiang-ngiang dalam lagu-lagu yang mengiringi perjalanan kami.
Seperti sepasang katak, terkadang dia meminta ku menggendongnya disebuah gang sempit tempat kami bercerita tentang mimpi. Memang terlihat kekanakan tapi entah kenapa aku sangat suka akan hal itu. Kedua tangannya memelukku erat, kedua kakinya menghimpitku dalam rasa yang tertawa ketika dia bertanya “beratkah tubuhku?”.dan kujawab “enteng..” Tubuhmu ringan sayang..cinta ini terlalu berat hingga berat badanmu tak terasa berat..” Kepala mungilnya bersandar dipundakku yang lebar, kakiku melangkah dan sampailah pada sepasang pintu rumah berwarna hijau muda.
Disetiap ruang jumpa, dia terlihat cantik apa adanya dia. Dan aku terlihat seperti apa aku, selama ini aku belum tahu. Permintaan kecil yang ia sampaikan, selalu membuatku bersemangat untuk mewujudkan. Guyonan dan ledekan yang lucu kadang membuatku terharu dan menyadarkanku betapa penting dirinya, betapa berharganya dan betapa lucunya kami. Dia pernah mengatakan tentang keinginan pergi ke Jepang untuk bertemu dengan tokoh-tokoh kartun Jepang kesayangan, keinginan itu mendesakku untuk berjanji pada diri sendiri bahwa suatu saat aku harus mewujudkan. Keinginan itu, pun membuka jalan pikiranku untuk lebih berpikir merajut masa depan dan keluar dari zona-zona nyaman yang tercipta dengan sendiri dari keseharian. Cita-citanya adalah menjadi orang kaya untuk membahagiakan keluarga dan seperti itu pula cita-cita dalam rintih miskin ku. Meskipun begitu, kami yakin esok tidak akan pernah dibutakan oleh kemewahan, karena kami menyayangi kesederhanaan yang kami ciptakan.
Berbulan di kebun bunga kucing. Konflik mulai bermunculan, sisi positif dan negatif dari setiap diri mulai tampak. Namun apalah artinya karena bagiku ia tak tergantikan dan tidak ada manusia di dunia yang terlahir sempurna selayak lagu nasib yang sering terdengar. Hari-hari kami di bulan selalu diwarnai tawa riuh canda dengan tarian ungu kucing-kucing lucu. Dia selalu menamai kucing baru-nya dengan sesuatu yang ia sukai dan aku selalu menyukai nama-nama itu meski terkadang sulit menghafal nama yang ia ciptakan. Afeksi yang ia berikan pada setiap kucing sering membuatku ingin cemburu, tapi sesosok inosen itu selalu muncul dari caranya menyayangi kucing-kucing tersebut, dan cemburu pun kurasa tak layak kutunjukkan dan tak pernah kurindangkan. Terkadang sosok itu juga, tiba-tiba muncul ketika ia bernyanyi, ketika ia meledek diriku, ketika ia berkelakar tentang animasi kesukaan kami dan cerita kesehariannya sebelum dia pergi bermimpi. Bunga-bunga indah bermekaran pada setiap bulan yang kami lalui, panas dan hujan menuntun pertautan tujuan melanda dua hati untuk bersatu padu berlarian mencapai tujuan.
Kemudian waktu berjalan seperti gemerisik jam pasir berulang-ulang mengulang segala remeh-temeh asik yang terurai makna. Langkah-langkah mulai tersusun rapi dalam pikirku. Bagiku ini adalah sebuah cawan indah melengkung berhiaskan ilusi yang setiap pagi menemani teh panas diujung kegelisahan. Asap mengepul hitam dalam dapur mulutku ketika suasana-ku sedang keruh, berjejalan memenuhi dada berselumbung dalam labirin tenggorokan. Kutuliskan namanya tiga kali dan munculah sosok bidadari badung diujung tatap mata. Dia tidak pernah mengeluhkan ketidak berdayaanku, seolah-olah tahu masalah yang kuhadapi, seolah seperti seorang cenayang yang membaca pikiranku. Dia seorang penyemangat lesu ku dengan canda dan ucap usapan sayangnya yang merambat lirih dihati.. Sampai kapan dan apa pun yang terjadi aku akan tetap menyayanginya.
Selama ini tawa dan tangis telah kami lalui bersama. Sampai pada satu tahun, seakan tak percaya gundah gulana melanda. Serentak gontai langkahku ketika aku belum benar tahu arti diriku dan seberapa besar pengaruhku kami benar-benar diuji oleh emosi serta ego kami yang manusiawi. Penglihatan akan hidup seperti dibutakan oleh sesuatu yang tidak dimengerti. Entah setan apa yang telah merasuki kami, hingga dengan sengaja dia membutakan mata hati pikiranku dengan cintanya yang luar biasa. Aku rasa ini semua bukan tentang sakit namun tentang pendewasaan, tentang pelajaran hidup dan aku mulai merasakan sesuatu yang belum pernah aku rasakan.
“Sudahlah..”Sepertinya dia takkan kembali, mungkin selama ini aku hanya gurauan, mungkin dia tidak menghadirkan dirinya seutuhnya. Hanya saja ada satu pertanyaan yang belum sempat aku sampaikan kepadanya “Mungkinkah kita ada kesempatan untuk saling berjanji takkan terpisah selamanya?”. Dan jawaban dari pertanyaan itu tak pernah kudapatkan karena pertanyaan ini tak sempat terungkapkan oleh kata ketika kami bersama. Hanya aku yang bisa bertanya, mungkin dia tau jawabnya dan mungkin tidak.
“Hey darla..Aku hanya berusaha melupakanmu, ini caraku.. Maaf aku terlanjur menghadirkannya kepadamu, aku hanya berusaha mengambilnya untuk kuhadirkan kepada seseorang yang lebih pantas menerimanya, dan inilah caraku. Inilah sesuatu yang kupersembahkan, apa dan seberapa besar kau sendiri yang menilai..Inilah apa yang kupercayai, bahwa seperti halnya cita-cita, cinta sejati itu berawal dari usaha dan diri kita masing-masing. Ucapkanlah terima kasih hanya jika kau ingin, dan mengumpatlah hanya jika kau harus dan minta maaflah jika kau merasa bersalah.. Darla, kau bisa menjadi hebat jika kau inginkan hebat..Jadilah dirimu sendiri dengan menjadi yang terbaik kepada dan untuk semua yang kau miliki..”
Semua tentang kami akan tetap indah walaupun sekarang tak lagi bisa dirasakan, Setangkai mawar merah itu pergi menepikanku dalam kesunyian batin yang sebelumnya terasa terisi setengah oleh namanya. Entahlah, segala alasan seperti dibuat- buat. Aku tidak pernah mengerti dan tak lagi ingin mengerti. Ini hanya cerita pendek, bukan novel tebal seperti yang kuinginkan. Ini hanya ilusi masa lalu dari satu perspektif, sudut pandang mata malaikat cupid yang tidak lagi berpihak. Namun ini lebih dari sekedar imajinasi kata yang kurangkai, ini nyata dia nyata..ini sebuah cerita tentang kami. Dan sekali lagi cerita ini harus dituliskan ulang dari sudut pandangnya..Karena sebagian besar cerita ini hanya mungkan-mungkin, entahlah ndak tau lah, mbuhlah dan sebagainya..ha-ha-ha
Yogyakarta 11 Januari 2011
Benu Dharmo
Selasa, 22 Maret 2011
DINAMOSAURUS
Berliku janji bersepedalah menyongsong masa indah. Kuatkan lidah merasakan kehausan pribadi akan jati diri. Terbentuk menjadi fiksi dan akhirnya mulai digenjot mengarungi samudra penuh ikan beraneka ragam. Gerombolan rumput laut serta terumbu karang tumbuh lebat disekitar area parkir rumah makan malam di dasarnya. Dan buku sinonim, hiponim, antonim yang aku tenteng mengayakan rentetan kata yang aku ucap melalui gelembung-gelembung nafas dalam asinnya air. Mungkin tanpa tesaurus itu..aku, kita atau mereka tak dapat sempurna berkarya.
Hari ini..Aku bagaikan hiu meluncur deras dibawah ombak tsunami. Tak pernah kedinginan dalam cipratan kedalaman ataupun terserang hipotermia pada suhu minus dibawah nol tanpa penghangat yang dulu aku pelihara baik-baik. Ikan yang aku tangkap dan pelihara waktu itu merancangku untuk melepasnya dalam kebebasan yang terikat. Bingung melanda pikir, tak sempat kupikir tapi selalu terlintas bayang-bayang tangisannya dipelukku hingga pikiranku tidak dapat dimengerti oleh seorang aku sendiri. Ya sudahlah..silahkan saja menerka-nerka meludah ataupun buang air besar sesuai hajat yang kau panjatkan Kepada Tuhan. Segalanya kini dimulai dari aku, untuk aku dan oleh aku. Tanpa pertimbangan rasa, seseorang maupun image yang aku bawa.
Malam ini aku teringat akan sebuah cerita sederhana, dari ratusan hari kisah nyata yang belum ingin aku terbitkan, kepadanya gundah gulana terkurung jeruji besi. Hingga sang penerbit enggan menerbitkannya walau itu sebagai bingkisan picisan roman ulang tahun sekalipun. Volume hatiku, kini mulai mengecil, bekunya yang dulu kokoh perlahan mencair. Serasa telah bertahun-tahun ha-ha-ha. Aku rindu porsi-porsi hidangan lezat kami yang terasa seperti percuma. Didalam menunya adalah kemunafikan, adalah masa yang teringkari, adalah waktu yang menggila, menantang, bisikan, cibir gosip maupun fakta serta makanan basi.
Di tanah tempat-tempat masa lalu sudah aku gali kuburan sedalam laut jawa. Nisan batu marmer bertuliskan cinta sejati, pun telah siap ditancapkan..Doa-doa mengiringi kepergiannya, tangis juga, tawa canda datang, kawan-kawan pun bertaziah mengiringi langkah kematian. Namun hingga sampai saat ini jenazahnya belum dikubur. Masih berharap kepada tuan keajaiban yang entahlah apa beliau akan datang..Yang jelas undangan takziah telah disampaikan.
Kemudian aku merasakan kehadiran spesies langka mesin pemutar. Kumparannya berlilitkan kawat kata. garisnya tampak tak jelas namun tegas. Dalam sorot jendela hatinya terpancar ekspresi apa?, entahlah. Aku tak mampu menerka..Mungkin tatapan itu bisa menjadi DINAMOSAURUS penggerak mesin potong Umbi Electric..ha-ha-ha. Yaahh..Semoga saja esok aku bagaikan paus pembunuh yang baik hati....Sampai saat ini atau kapan pun cita-cita saya belum berubah, serta biarkan saya tahu..beberapa hari ini kakiku begitu ingin bersepeda bersama sepeda baru yang masih terlilit plastik di toko. Salam perdamaian gowes-gowes :)
"Apakah suara mulut itu sebatas omong kosong belaka?"
Benu Dharmo